Di Malang, selain Tari Topeng juga berkembang seni Bantengan. Seni Bantengan telah ada sejak jaman Kerajaan Singasari dengan adanya relief di situs Candi Jago. Walaupun pada masa tersebut bentuk kesenian Bantengan belum seperti sekarang, yaitu berbentuk topeng kepala bantengan yang menari. Kesenian ini berkembang pesat sejak tahun 1960-an ketika masa Orde Lama. Setiap perayaan atau pawai hari ulang tahun kemerdekaan senantiasa ditampilkan bersama dengan tari Liang Liong. Kesenian Bantengan pada awalnya selalu dihadirkan pada tiap acara selamatan, suroan serta acara-acara hajatan masyarakat Jawa Timur khususnya warga Malang. Festival tahunan yang menjadi event ikon kota juga sering diadakan setiap tahunnya.
Namun seiring dengan pesatnya jenis hiburan lainnya, seni Bantengan mengalami penurunan. Beberapa tahun ini seni Bantengan mulai menggeliat kembali bahkan mulai menjamur. Hampir setiap kecamatan di wilayah Kabupaten dan Kota Malang terdapat perkumpulan seni Bantengan, terutama di sekitar Kecamatan Tumpang, Poncokusumo, dan Kota Batu. Tarian ini menjadi populer, lantaran gerak tarinya mudah untuk dihafalkan oleh semua lapisan masyarakat. Perkembangan kesenian Bantengan mayoritas berada di masyarakat pedesaan atau wilayah pinggiran kota di daerah lereng pegunungan di Jawa Timur tepatnya di Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno-Welirang, Anjasmoro, Kawi dan Raung-Argopuro.
Pada awalnya memang Seni Bantengan adalah unsur hiburan bagi setiap pemain pencak silat setiap kali selesai melakukan latihan rutin. Gerakan tari yang dimainkan mengadopsi dari gerakan Kembangan Pencak Silat. Walaupun berkembang dari kalangan perguruan pencak silat, pada saat ini seni Bantengan telah berdiri sendiri sebagai bagian seni tradisi sehingga tidak semua perguruan pencak silat mempunyai grup Bantengan dan begitu juga sebaliknya.
Seni tradisional Bantengan adalah sebuah seni pertunjukan budaya tradisi yang menggabungkan unsur sendratari, olah kanuragan, musik, dan syair (mantra) yang sangat kental dengan nuansa magis. Pemain Bantengan yakin bahwa permainannya akan semakin menarik apabila telah masuk tahap trance yaitu tahapan pemain pemegang kepala Bantengan menjadi kesurupan arwah leluhur banteng (Dhanyangan). Setiap grup Bantengan minimal mempunyai dua Bantengan seperti halnya satu pasangan yaitu Bantengan jantan dan betina.
Permainan kesenian Bantengan dimainkan oleh dua orang yang berperan sebagai kaki depan sekaligus pemegang kepala bantengan dan pengendali tari Bantengan serta kaki belakang yang juga berperan sebagai ekor Bantengan. Kostum Bantengan biasanya terbuat dari kain hitam dan topeng yang berbentuk kepala banteng yang terbuat dari kayu serta tanduk asli banteng. Bantengan selalu diiringi oleh sekelompok orang yang memainkan musik khas Bantengan yaitu alat musik berupa gong, kendang, dan lain-lain. Tapi ada juga yang sudah dimodifikasi dengan menambahkan orgen, gitar dan bas drum.
Biasanya lelaki bagian depan akan kesurupan dan orang yang di belakangnya akan mengikuti setiap gerakannya. Tak jarang orang di bagian belakang juga ikut kesurupan, tetapi sangat jarang terjadi orang yang di bagian belakang kesurupan sedangkan bagian depannya tidak. Bantengan dibantu agar kesurupan oleh orang (laki-laki) yang memakai pakaian serba merah yang biasa disebut abangan dan kaos hitam yang biasanya disebutirengan. Bantengan juga selalu diiringi oleh Macanan. Kostum Macanan ini terbuat dari kain yang diberi pewarna (biasanya kuning belang oren), yang dipakai oleh seorang lelaki. Macanan biasanya membantu Bantengan kesurupan dan menahannya bila kesurupannya sampai terlalu ganas. Namun tak jarang Macanan juga kesurupan.
Ornamen yang terdapat di Bantengan yaitu:
1. Tanduk (banteng, kerbau, sapi, dan lain-lain)
2. Kepala banteng yang terbuat dari kayu berukir menyerupai kepala banteng (waru, dadap, kemiri, nangka, loh, kembang, dan lain-lain)
3. Mahkota Bantengan, berupa sulur wayangan dari bahan kulit atau kertas
4. Klontong (alat bunyi di leher)
5. Keranjang penjalin (rotan), sebagai badan (pada daerah tertentu hanya menggunakan kain hitam sebagai badan penyambung kepala dan kaki belakang)
6. Gongseng kaki
7. Keluhan (tali kendali)
1. Tanduk (banteng, kerbau, sapi, dan lain-lain)
2. Kepala banteng yang terbuat dari kayu berukir menyerupai kepala banteng (waru, dadap, kemiri, nangka, loh, kembang, dan lain-lain)
3. Mahkota Bantengan, berupa sulur wayangan dari bahan kulit atau kertas
4. Klontong (alat bunyi di leher)
5. Keranjang penjalin (rotan), sebagai badan (pada daerah tertentu hanya menggunakan kain hitam sebagai badan penyambung kepala dan kaki belakang)
6. Gongseng kaki
7. Keluhan (tali kendali)
Dalam setiap pertunjukannya (disebut gebyak), Bantengan didukung beberapa perangkat, yaitu:
1. Dua orang Pendekar pengendali kepala bantengan (menggunakan tali tampar).
2. Pemain jidor, gamelan (dua gong, kendang, dan kenong), pengrawit, dan sinden. Minimal satu orang pada setiap posisi.
3. Sesepuh, orang yang dituakan. Mempunyai kelebihan dalam hal memanggil leluhur Banteng (Dhanyangan) dan mengembalikannya ke tempat asal.
4. Pamong dan pendekar pemimpin yang memegang kendali kelompok dengan membawa kendali yaitu pecut(cambuk).
5. Minimal ada dua Macanan dan satu Monyetan sebagai peran pengganggu Bantengan.
1. Dua orang Pendekar pengendali kepala bantengan (menggunakan tali tampar).
2. Pemain jidor, gamelan (dua gong, kendang, dan kenong), pengrawit, dan sinden. Minimal satu orang pada setiap posisi.
3. Sesepuh, orang yang dituakan. Mempunyai kelebihan dalam hal memanggil leluhur Banteng (Dhanyangan) dan mengembalikannya ke tempat asal.
4. Pamong dan pendekar pemimpin yang memegang kendali kelompok dengan membawa kendali yaitu pecut(cambuk).
5. Minimal ada dua Macanan dan satu Monyetan sebagai peran pengganggu Bantengan.
Sumber:
kompasiana.com
www.bantenganku.blogspot.com
kompasiana.com
www.bantenganku.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar